Kuntum-kuntum Bunga Dunia : Episode Bunga Matahari
Karena
cinta aku menuliskannya untuk mu, mungkin juga untukku sendiri. Sebagai
pengingat atau teman merenung.
Hari ini aku melihat bunga matahari
dihalaman rumah tetanggaku. Anak-anak sekolah menyempatkan menyentuhnya, adikku
bahkan meminta bijinya untuk ditanam di kebun belakang rumah kami.
Dan
aku? Aku menikmatinya dari dalam rumahku. Adikku berteriak penuh kekaguman
,”lihat! Dia selalu mengikuti arah matahari!” Ya! Tentu saja, batinku. Namanya
juga bunga matahari. Tapi mungkin juga sebagian menamainya begitu karena
warnanya yang kuning cerah, bulat menyerupai benda langit, sentral planet raya :
MATAHARI
Bunga itu menjadi inspirasiku, menuliskannya untuk kalian. Bunga
matahri itu selalu mengikuti arah matahari. Dia begitu ikhlas berputar dan
menghadapkan wajahnya kesana.
Saat matahari mulai tenggelam, senja
datang dan bunga mataharipun merunduk, seolah dia berkata; “kemana matahariku?
Aku hilang arah” . Saudariku, muslimah yang tercinta, pernahkah kau merasakan
suasana senja hari? Saat matahari mulai tenggelam dan langit
kemerahan?
Kalau aku, kadang dikala senja datang, ada sebuah kesedihan
yang tiba-tiba menyergap, ada suasana sedih, takut (apalagi bila aku masih di
perjalanan, menunggu bus, atau berjalan saat maghrib, belum sampai dirumah ada
perasaan yang tidak mengenakkan). Ah, mungkin itulah mengapa kita diajarkan oleh
Rasulullah untuk berdo’a dan banyak berdzikir di sore hari.
Kembali pada
bunga matahari. Mungkin dia juga merasakan seperti yang kurasakan saat matahari
tenggelam, ya? Saudariku, tidakkah kau tau dan merasakan bahwa bunga matahari
itu seperti manusia? Manusia diciptakan untuk mengikuti apa yang diyakininya.
Semestinya kita menjadikan Qur’an seperti matahari, dimana disana terkumpul
tuntunan, pedoman, dan pancaran kasih sayang Allah. Betapa Allah menurunkan
Qur’an seperti matahari yang menerangi bumi. Menjadi petunjuk manusia dalam
kehidupannya.
Kita semestinya mengikuti Qur’an kemanapun ia membawa kita,
menuruti apa yang Allah tunjukkan. Mengatakan ‘tidak’ terhadap apa yang Allah,
Rasul ,Qur’an tuntunkan dan menjadikannya petunjuk bagi hati nurani kita.
Mengatakan ‘ya’ dan tanpa malau, ragu atau menawar-nawar perintah Qur’an.
Ah…………saudariku, bilakah kita menjadikan Qur’an satu-satunya matahari dalam
kehidupan kita?
Bila tidak demikian, Saat kita tak lagi menjadikan Qur’an
sebagai matahari, mengingkarinya, menjauhkan diri kita darinya, mengalihkan
wajah kita darinya, mengingkari bisikan nurani untuk mengikutnya……Maka kita
seperti bunga matahari yang kehilangan mataharinya (maka, apa dia bisa dinamai
‘bunga matahari’ lagi? Sedang ia tak lagi mengikuti matahari, atau kehilangan
mataharinya).
Saudariku, kitalah bunga-bunga matahari itu yang beredar
dan menundukkan diri dibawah Qur’an, yang menjadikan kita terang, hidup, menjadi
penuntun agar kita tetap menjadi makhluk terbaik dan pantas mendapat predikat
umat terbaik.
Saudariku, aku ingin kita mengihiasi dunia, dan saat kita
menjadi orang-orang yang mengikuti Qur’an, niscaya kita akan menjadi orang-orang
yang mengagumkan! Tanpa harus mengagumi diri sendiri. Kita akan mulia tanpa
harus mendapik diri sebagai orang yang mulia. Seperti manusia yang mengagumi
bunga matahari, satu bunga dari taman bumi.
Robiah Al-adawiyah
mhs FH
Univ Sebelas Maret (UNS) , Pengurus FLP Solo
r_aladawiyah@yahoo.com
kafemuslimah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar